BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS

Sabtu, 22 Mei 2010

Bukti Saksi Setelah Peristiwa Kriminal

Kajian Psikologi Forensik

PENGARUH SETELAH INSIDEN

Setelah kejahatan terjadi, hal-hal dapat terjadi pada saksi yang yang mungkin berdampak pada memori mereka. Ini dikenal sebagai post insiden atau penngaruh setelah insiden. Masalah itu sering terjadi pada sistem peradilan criminal yang diluar control, variable sistem pada syarat-syarat Wells, seperti bagaimana saksi diinterview.

Penundaan
Saksi dapat sering dipanggil untuk memberikan bukti-bukti dalam pengadilan dalam waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah kesaksiannya pada peristiwa itu. Haber & Haber (1998) mencontohkan sebuah kasus dimana dua orang bersaudara didekati polisi tentang pembunuhan pada adik mereka setelah 35 tahun. Sistem hukum oleh karena itu telah ada untuk beberapa keputusan tentang apa yang harus dilakukan untuk kasus seperti ini, terutama dimana undang-undang tidak kadaluwarsa, yang berarti bahwa kasus dapat diteruskan beberapa tahun setelah kejadian. Haber & Haber (1998) menyatakan sebuah isu yang dibutuhkan untuk mendapatkan info dalam laporan termasuk memori saksi yang dapat dicemari oleh orang lain atau informasi lain. Dalam sebuah studi eksperimen, Poole & White (1995) mengetes ulang partisipan dalam studi 2 tahun setelah awalnya di tes mereka merecall untuk menyusu sebuah kejadian. Mereka menemukan bahwa setelah 2 tahun orang-orang dewasa lebih sedikit akurat dalam merecall. Penundaan dalam empat minggu telah ditemukan pada level yang lebih rendah dalam merecall dengan benar. Secara keseluruhan, walaupun ada bukti-bukti bahwa kejadian kehidupan nyata mempunyai dampak emosi yang kuat yang secara umum di recall dengan baik bahkan setelah periode yang panjang.

Ada juga beberapa keadaan yang mana memori dapat dilapisi lagi setelah penundaan yang lama disebut sebagai “menemukan kembali memori”. Eksiten dan reliabilitas memori diperdebatkan salah satunya ketika pertanyataan tanpa bukti dari kekerasan seksual anak-anak yang dilakukan setelah waktu yang lama: kemudian korban dewasa dan menemukan kembali beberapa memori dalam terapi. Banyak psikolog klinis percaya bahwa menemukan kembali memori adalah hasil dari represi pasien atau disosiasi memori yang mengancam dari anak-anak, konsep ini didorong ari ide dari pendekatan Freud dan Janet (Brewin & Andrews, 1998). Psikolog kognitif, pada sisi lain meragukan kita dapat dengan benar ‘menemukan kembali’ memori yang telah sebelumnya lupa atau bahkan memori yang secara nyata salah, mungkin diperoleh dari terapi. Sekarang ini telah berpindah pada midlle ground, mengakui bahwa kemungkinan untuk menemukan kembali memori untuk kejadian yang sebelumnya dilupakan tetapi tidak menciptakan memori yang salah pada orang dewasa. Tentu, untuk melengkapi dan kemudian ditemukan kembali tuntutan secara emosional kejadian yang terlihat jarang, sebagai tambahan orang-orang biasanya mempunyai memori yang tegap pada kejadian emosional.

Ada sejumlah teori yang membahas mengapa merecall menjadi sulit setelah beberapa waktu. Satu teori menyatakan bahwa memori kita simple menunda lewat waktu, meskipun sedikit bukti empiris secara langsung dalam hal ini. Ada banyak dan lebih baik bukti-bukti yang ada bahwa memori dapat diinterferensi, keduanya oleh sikap yang ada sebelumnya dan keyakinan stereotype dan informasi baru tentang kejadian sesudah itu yang diperoleh dari yang lain- didiskusikan kejadian dengan saksi yang lain.

Stereotype Dan Sikap Berat Sebelah
Dalam studi klasik saat ini, Bartlett (1932) menyatakan bahwa ketika orang-orang menyampaikan ceritanya pada orang lain, informasi yang diceritakan akan mengandung informasi yang dikonform dengan budaya orang itu terhadap peristiwa yang terjadi. Ini karena orang menyediakan laporan untuk memudahkan pengertian orang yang lain dan jalan yang mereka ambil dengan menggunakan stereotype (Lyons & Kashima, 2006). Stereotype adalah budaya kemudahan dengan cara cepat orang-orang untuk mengerti konsep dan juga penggunaan stereotype seharusnya dihasilkan dalam sharing pemahaman pada apa yang orang katakan. Stereotype diaktifkan ketika beban kognitif kita tinggi dan ketika mempunyai banyak informasi untuk diproses, dan kemudian prosesnya pendek.
Jika kita berpikir tentang scenario saksi yang mungkin terjadi contohnya sebuah perampokan mencakup sebuah senjata dan mungkin mereka telah melaporkan telah melihat senjata padahal faktanya mereka tidak melihat senjata itu ada. Van Knippenberg, dkk menyatakan bahwa keyakinan kita dapat membuat ingatan yang negative tetapi stereotype konsisten dengan informasi tentang pelaku dibawah kondisi beban pikiran yang tinggi. Ray Turkey & Brewer (2003) juga mendukung tentang skema informasi konsisten yang dapat menjadi sedikit rentan terhadap kerusakan dalam periode yang lama dan skema informasi yang tidak konsisten.

Saksi biasanya ingin membantu investigasi dan akan meneruskan kerelaannya untuk memberikan laporan karena berharap untuk melihat peradilan selesai dikerjakan. Walaupun ini dapat menjadi persoalan sebagai saksi yang mungkin mengubah laporan mereka dengan tujuan mempaskan dengan apa yang mereka pikirkan akan membantu atau mereka telah belajar dari orang lain. Ini tidak seharusnya dilakukan dengan sengaja meskipun ini dapat memberikan dampak secara negative pada kasus ini, dalam pengadilan bagian dari laporan saksi yang ditunjukkan tidak benar.
Saksi sering menjawab pertanyaan di sejumlah kesempatan. Hal ini difokuskan pada pertanyaan pengulangan dengan banyak kemunduran memori lewat waktu yang dapat membuat masalah pada laporan saksi mata. Meskipun demikian, ada bukti-bukti secara pada nyata pengulangan wawancara dapat menjalankan bahkan meningkatkan memori utama yang sudah lewat waktu, fenomena ini dikenal dengan hypermnesia. Dunning & Stern (1992) meriew hypermnesia, bahkan penundaan seminggu sebelum wawncara pertama. Walaupun reviewers mencatat bukti-bukti untuk hypermnesia dipengaruhi dengan recall bebas, sebagai pertanyaan yang disusun. Ini mungkin dikarenakan masalah dengang tipe pertanyaan yang sering digunakan.

Pertanyaan
Tulvinng (1974) banyak material yang tidak dapat secara spontan untuk tetap eksis merecall dan dapat mendatangkannya, isyarat asli yang tersedia yang digunakan untuk mengkode material dapat diterima kembali. Cue-Dependent theory of memory dapat melaporkan semua kelupaan adalah didebatkan. Tetapi ada cukup bukti yang mengoptimalkan retrieval environment melalui teknik pertanyaan yang cocok yang dapat membuat perbedaan yang nyata untuk jumlah dan keakuratan informasi yang diberikan oleh saksi.
Pertanyaan dengan kata-kata yang buruk, kalimat yang kompleks, pertanyaan ambigu dan kata-kata yang sulit adalah masalah yang potensial untuk saksi. Masalah kata-kata dalam pertanyaan dapat meningkatkan eror sebelum polisi mewawancarai saksi dan dan sama pentingnya dalam pengadilan. Bentuk pertanyaan dapat membuat sulit saksi untuk menjawab pertanyaan dan sangat mempengaruhi jawaban yang disediakan. Pertanyaan negative (apakah tidak benar kamu melihat pelaku kejahatan memakai jas hitam?) dan dooble negative (pada kasus ini, apakah tidak, pelaku kejahatan tidak memakai jas hitam?) adalah bagian yang sulit bagi saksi untuk menjawabya atau tidak yang diajukan oleh pengacara atau pada pengadilan. Ketika pertanyaan mengarahkan (apakan kamu setuju pelaku kejahatan memakai jas hitam?) ditanyakan mereka dapat membujuk ketidakyakinan saksi untuk menyetujui pertanyaan yang diajukan, terutama situasi tekanan yang tinggi seperti ruangan sidang atau kantor polisi. Ada tipe pertanyaan yang utama dalam stress arena di ruang sidang dan dapat mengarahkan masalah ketika saksi berusaha untuk memberikan bukti terbaiknya. Anak-anak dan saksi dewasa vulnerable juga dapat dipengaruhi oleh factor stress terhadap situasi, kehadiran orang lain dan autoritas dari orang yang bertanya.
Misinformation dapat terjadi oleh pertanyaan, tetapi dapat meningkat dari mendengar atau membaca laporan orang lain pada kejahatan. Saksi mungkin mendiskusikan kejahatan dengan orang lain, teman atau keluarga. Mereka mungkin juga mendengar kejahatan itu dari media. Ini menyangkut efek informasi setelah kejadian pada memori saksi.

Dari diskusi diatas stereotype dan dan tipe bahasa yang digunakan semua dapat mempengaruhi seseorang dalam merecall sebuah peristiwa. Mayoritas kejahatan yang disaksikan oleh lebih dari satu orang, kebanykan dari saksi itu kan mendiskusikan kejadan yang mereka lihat dengan orang lain yang juga berada disitu. Misinformation dalam bentuk pertanyaan mengarahkan, laporan surat kabar, diskusi dengan rekan saksi, atau secara tidak langsung menemukan sesuatu dari rekan saksi. Mereka melaporkan mendapat dan menyesatkan informasi dari rekan saksi lain (tidak masalah langsung atau tidak langsung) sebagai petunjuk untuk mempengaruhi misinformasi yang lebih besar dari pada pertanyaan mengarahkan atau membaca sebuah laporan surat kabar. Menurut Magner Membaca laporan yang menyesatkan pada beberapa orang tidak menunjuk lebih banyak eror pada saksi, tetapi membaca laporan mereka sebelumnya untuk bukti yang lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA
Davies, Graham, Clive Hollin, Rau Bull. (Eds.). (2008). Forensic Psychology. West Sussex – England : John Wiley & Sons Ltd.

0 komentar: